Penyakit DBD (Demam Berdarah Dengue) sampai saat ini masih merupakan masalah di seluruh dunia, salah satunya di Indonesia (6). 2,5 sampai 3 milyar orang beresiko terserang penyakit DBD, Aedes aegypti merupakan vektor epidemi utama, penyebaran penyakit ini, diperkirakan terdapat 50 sampai 100 juta kasus per tahun, 500.000 kasus menuntut perawatan di Rumah Sakit, dan 90 % menyerang anak-anak dibawah 15 tahun, rata-rata angka kematian (Case Fatality Rate/CFR ) mencapai 5%, secara epidemis bersifat siklis (terulang pada jangka waktu tertentu), dan belum ditemukan vaksin pencegahnya(2). Indonesia pernah mengalami kasus terbesar (53%) DBD pada tahun 2005 (8).
Penyakit DBD dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Kondisi lingkungan tersebut mencakup kepadatan penduduk, mobilitas penduduk, keberadaan tempat ibadah, keberadaan pot tanaman hias, keberadaan saluran air hujan, dan keberadaan kontainer. Faktor perilaku ini berkaitan dengan pengetahuan, sikap dan tindakan masyarakat dalam upaya pemberantasan sarang nyamuk(1).
Penyebaran penyakit DBD terkait dengan perilaku masyarakat. Hal ini sangat erat hubungannya dengan kebiasaan hidup bersih dan kesadaran keluarga terhadap bahaya DBD. Tingginya angka kesakitan penyakit ini sebenarnya oleh karena perilaku kita sendiri yaitu masih kurangnya pengetahuan, sikap, dan tindakan keluarga untuk menjaga kebersihan lingkungan(9).
Upaya efektif untuk mencegah dan mengendalikan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah dengan pengendalian vektornya (10). Pengendalian vektor dilakukan dengan berbagai cara yaitu dengan pengasapan (untuk nyamuk dewasa) dan abatisasi (untuk larva), serta PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk) untuk menghilangkan tempat perkembangbiakan nyamuk. (1)
Keberadaan jentik Aedes aegypti di suatu daerah merupakan indikator terdapatnya populasi nyamuk Aedes aegypti di daerah tersebut (3, 10). Salah satu cara untuk mengetahui situasi larva atau jentik nyamuk aedes aegypti adalah dengan melakukan survey jentik meliputi perhitungan terhadap Angka-angka indeks jentik House Index (HI), Container Index (CI) dan Breteau Index (BI). (4)
Referensi :
1. Suyasa Gede IN, N Adi Putra, IW Redi Arianta. Jurnal Kesehatan : Hubungan Faktor Lingkungan dan Perilaku Masyarakat dengan Keberadaan Vektor Demam Berdarah Dengue (DBD) di Wilayah Kerja Puskesmas I Denpasar Selatan; 2006
2. Muslihin Abi, & Arum Pratiwi. Jurnal Kesehatan Universitas Muhammadiah Surakarta : Penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kelurahan Singopuran Kartasura Sukoharjo; 2005
3. Yudhastuti Ririh, & Anny Vidiyani. Jurnal Kesehatan UNAIR : Hubungan Kondisi Lingkungan, Kontainer, dan Perilaku Masyarakat Dengan Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes Aegypti Di Daerah Endemis Demam Berdarah Dengue Surabaya ; 2003
4. Salim Milana, & Febriyanto. Jurnal Kesehatan : Survey Jentik Aedes aegypti Di Desa Saung Naga Kab. Oku; 2005
5. Sakai Masayo, Jutatip Sillabutra, Boonyong Keiwkarnka. Journal of Public Health and Development : Preventive Behavior against Dengue Hemorrhagic Fever among Migrants; Vol 5;No 3; 2007
6. Fathi, Soedjajadi K, Chatarina UW. Jurnal Kesehatan : Peran Faktor Lingkungan dan Perilaku Terhadap Penularan Demam Berdarah Dengue di Kota Makassar ; 2008
7. Octaviana Devi,. Tesis : Risiko Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Wilayah Kecamatan Purwodadi Kabupaten Grobogan Jawa Tengah; 2007
8. Supartha I Wayan, Jurnal Kesehatan : Pengendalian Terpadu Vektor Virus Demam Berdarah Dengue, Aedes aegypti (Linn.) dan Aedes albopictus (Skuse)(Diptera: Culicidae); 2005
9. Zaifbio. Jurnal Kesehatan : Penggunaan “Pasta Kemangi (Ocymum basilicum)” Dalam Upaya Menanggulangi Demam Berdarah (DBD) di Daerah Endemik; 2009
10. Santoso, & Anif Budiyanto. Jurnal Kesehatan : Hubungan Pengetahuan Sikap dan Perilaku (PSP) Masyarakat Terhadap Vektor DBD di Kota Palembang Provinsi Sumatera Selatan; 2006
0 komentar:
Post a Comment