Kehidupan
manusia tidak bisa dipisahkan dari lingkungannya. Baik lingkungan alam
maupun lingkungan sosial. Kita bernapas memerlukan udara dari lingkungan
sekitar. Kita makan, minum, menjaga kesehatan, semuanya memerlukan lingkungan. Dalam
persoalan lingkungan hidup, manusia mempunyai peranan yang sangat penting.
Karena pengelolaan lingkungan hidup itu sendiri pada akhirnya ditujukan untuk
keberlangsungan hidup manusia di bumi ini.
Kerusakan lingkungan hidup terjadi
karena adanya tindakan yang menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung
sifat fisik dan/atau hayati sehingga lingkungan hidup tidak berfungsi lagi
dalam menunjang pembangunan berkelanjutan (KMNLH, 1998). Kerusakan lingkungan
hidup terjadi di darat, udara, maupun di air.
Faktor penyebab kerusakan lingkungan
hidup dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu
Faktor Alam dan Faktor Manusia.
a. Faktor
Alam
Bentuk bencana alam yang akhir-akhir
ini banyak melanda Indonesia telah menimbulkan dampak rusaknya lingkungan
hidup. Salah satunya adalah gelombang tsunami yang memporak-porandakan Aceh dan
Nias. Peristiwa alam lainnya yang berdampak pada kerusakan lingkungan hidup
antara lain : Letusan gunung berapi, Gempa bumi, dan Angin topan.
Peristiwa-peristiwa alam tersebut yang menimbulkan kerusakan pada lingkunga
hidup.
b. Faktor
Manusia
Manusia
sebagai penguasa lingkungan hidup di bumi berperan besar dalam menentukan kelestarian
lingkungan hidup. Namun sayang, seringkali apa yang dilakukan manusia tidak
diimbangi dengan pemikiran akan masa depan kehidupan generasi berikutnya.
Manusia merupakan salah satu kategori faktor yang menimbulakan kerusakan
lingkungan hidup. Bentuk kerusakan yang di timbulkn oleh manusia adalah:
·
Terjadinya
pencemaran (pencemaran udara, air, tanah, dan suara) sebagai dampak adanya
kawasan industri.
·
Terjadinya
banjir, sebagai dampak buruknya drainase atau sistem pembuangan air dan
kesalahan dalam menjaga daerah aliran sungai dan dampak pengrusakan hutan.
·
Terjadinya
tanah longsor, sebagai dampak langsung dari rusaknya hutan.
Penurunan kualitas lingkungan
hidup tanpa kita sadari terjadi setiap saat. Hal ini disebabkan karena kegiatan
eksplorasi dan eksploitasi SDA yang tidak dibarengi dengan upaya pembaruan
(renewable) SDA dan pemulihan lingkungan hidup yang rusak sebagai dampak
eksplorasi dan eksploitasi SDA tersebut.
Beberapa ulah manusia yang baik secara
langsung maupun tidak langsung juga membawa dampak pada kerusakan lingkungan hidup antara
lain: Penebangan hutan secara liar
(penggundulan hutan).
Tampaknya kerusakan demi
kerusakan hutan dan lingkungan terus berlangsung semakin marak dari waktu ke
waktu. Banyaknya pihak yang memperingatkan baik dari dalam negeri maupun luar
negeri akan bencana yang akan timbul dengan adanya penggundulan hutan
(deforestasi) seolah-olah dianggap angin lalu oleh para pelaku sindikat illegal
logging. Mereka tidak sadar bahwa bahaya deforestasi itu sangat berbahaya
karena mempunyai pengaruh yang bersifat multi efek.
Pertama dengan
penggundulan hutan akan diikuti dengan bahaya kebakaran, yang asapnya yang
pekat bukan saja membahayakan setiap orang yang mengisapnya tetapi juga sangat
mangganggu penerbangan yang melintasi daerah tersebut. Begitu hujan besar tiba,
paska kebakaran air hujan akan menyapu debu dan arang sisa kebakaran dan
meninggalkan permukaan tanah yang terbakar. Tanah demikian, bilamana diolah
untuk pertanian tidak akan menguntungkan karena sudah kehilangan zat hara.
Pengundulan hutan juga merupakan bahaya laten untuk
daerah rendah disekitarnya. Karena dapat menyebabkan dataran terendam air. Hal
itu terjadi karena daerah hulu sungai tak bisa lagi menyimpan (meresapkan) air
ketika hujan besar terjadi. Akibatnya air curahan hujan itu semua masuk dengan
cepat ke lembah dan karena sungai tak dapat menampung beban air,yang demikian
besar, maka terjadilah luapan air bah ke wilayah daerah aliran sungai. Banjir
dahsyat ini telah menyapu areal pertanian, mengubur hewan liar dan ternak,
menerjang permukiman penduduk dan membinasakan apa saja yang dilaluinya. Efek
dari banjir ternyata tidak hanya sampai disini. Ketika banjir surut maka
disusul dengan ancaman wabah penyakit diare dan leptospirosis karena penduduk
minum air yang tercemar kotoran, makanan yang busuk dan mengisap udara berbau
busuk serta ancaman kelaparan bilamana bantuan pangan tidak cepat datang.
Banjir dan longsor adalah hanya peristiwa sesaat
sebagai dampak negatif penggundulan hutan. Ada rangkaian dampak lanjutan yang
sesungguhnya jauh lebih merugikan, yaitu:
v
Bahaya Erosi. Penggundulan hutan
terutama di daerah miring seperti di daerah perbukitan dan lereng atau kaki
pengunungan akan mengundang proses erosi (pengelupasan permukaan tanah yang
subur oleh air hujan dan pemindahannya ke tempat lain) berjalan secara intensif
setiap musim hujan pada gilirannya akan menyisakan tanah tandus yang miskin
hara tanaman, sehingga semak-belukarpun sulit tumbuh di situ. Di lain pihak,
tempat endapan hanyutan tanah erosi itu juga akan rusak. Alur sungai akan
mengalami pendangkalan, danau, rawa dan cekungan akan mengalami penimbunan oleh
lumpur, tanah, bebatuan dan material lainnya, sehingga kemudian akan mengubah
dan menghancurkan habitat setempat. Penghancuran habitat ini berarti pemusnahan
semua makhluk hidup “in situ” (yang ada di tempat tersebut).
v
Terganggu Persediaan dan Tata Air.
Curahan air hujan yang jatuh di suatu kawasan hutan lebat > 70% air hujan
itu “ditangkap” dan meresap ke bawah permukaan tanah. Sisanya (< 30 %)
mengalir melalui parit kecil menuju lembah sungai. Air yang meresap ke bawah
permukaan menjadi “air tanah” sebagai air persediaan yang mensuplai sungai pada
musim kemarau. Oleh karena itu sungai-sungai yang berhulu di kawasan hutan
lebat airnya jernih ketika hujan turun sekalipun. Perbedaan “debit” (volume air
mengalir/detik) pada musim hujan dengan musim kemarau tidak jauh berbeda.
Bilamana hutan tersebut ditebang, maka air hujan yang meresap < 30 % dan > 70% mengalir seketika melalui lembah dan parit menuju sungai. Karena volume air hujan yang tersimpan sebagai air tanah sedikit, tidak cukup untuk mensuplai air sungai sepanjang musim kemarau. Itulah sebabnya pada bulan-bulan akhir musim kemarau (Agustus, September, Oktober) sungai kering sama sekali, kecuali sungai-sungai besar, namun itupun dengan perbedaan debit air yang sangat besar. Bukan hanya debit air sungai yang cepat menyusut secara drastis akibat penggundulan hutan itu melainkan juga sumur penduduk dan mata air yang ada di daerah hilir area penebangan. Menyusutnya persediaan air tanah (air yang dikandung dalam tanah) yang berlangsung terus menerus setiap tahun, sangat mengkhawatirkan. Sebab yang diharapkan sesuai dengan peningkatan kebutuhan sebagai akibat dari pertambahan jumlah penduduk, persediaan air tanah bertambah setiap tahun. Sejalan dengan kemajuan peradaban, kebutuhan air perorang akan meningkat, dan ini akan sangat berpengaruh terhadap total kebutuhan air bagi penduduk di setiap daerah. Oleh karena itu dapat diperkirakan kekurangan air akan meningkat secara tajam (eksponensial). Pada kondisi demikian, maka air akan dipandang sebagai komoditas perdagangan yang strategis dan harganya akan semakin mahal. Selain itu kerusakan hutan juga dapat menurunkan mutu air sebagai akibat peningkatan zat padat terlarut dan zat padat tersuspensi serta kekeruhan.
Bilamana hutan tersebut ditebang, maka air hujan yang meresap < 30 % dan > 70% mengalir seketika melalui lembah dan parit menuju sungai. Karena volume air hujan yang tersimpan sebagai air tanah sedikit, tidak cukup untuk mensuplai air sungai sepanjang musim kemarau. Itulah sebabnya pada bulan-bulan akhir musim kemarau (Agustus, September, Oktober) sungai kering sama sekali, kecuali sungai-sungai besar, namun itupun dengan perbedaan debit air yang sangat besar. Bukan hanya debit air sungai yang cepat menyusut secara drastis akibat penggundulan hutan itu melainkan juga sumur penduduk dan mata air yang ada di daerah hilir area penebangan. Menyusutnya persediaan air tanah (air yang dikandung dalam tanah) yang berlangsung terus menerus setiap tahun, sangat mengkhawatirkan. Sebab yang diharapkan sesuai dengan peningkatan kebutuhan sebagai akibat dari pertambahan jumlah penduduk, persediaan air tanah bertambah setiap tahun. Sejalan dengan kemajuan peradaban, kebutuhan air perorang akan meningkat, dan ini akan sangat berpengaruh terhadap total kebutuhan air bagi penduduk di setiap daerah. Oleh karena itu dapat diperkirakan kekurangan air akan meningkat secara tajam (eksponensial). Pada kondisi demikian, maka air akan dipandang sebagai komoditas perdagangan yang strategis dan harganya akan semakin mahal. Selain itu kerusakan hutan juga dapat menurunkan mutu air sebagai akibat peningkatan zat padat terlarut dan zat padat tersuspensi serta kekeruhan.
pemanasan global
yang disebabkan oleh manusia (human induced global warming) diperantarai
oleh aktivitas perusahaan terkait dengan penggunaan energi, terutama yang
terkait dengan pembangkitan energi listrik, transportasi, dan industri. Di luar
penggunaan energi, yang juga dituding sebagai biang keladi pemanasan global
adalah LULUCF (land use, land use change, and forestry). Penggunaan
lahan, alih fungsi lahan, serta pengelolaan hutan yang tak berkelanjutan
menyumbang proporsi yang besar dalam emisi karbondioksida. Hutan berfungsi
menghasilkan oksigen, menyerap karbondioksida dan air hujan. Penebangan hutan
alam untuk membuka lahan akan menyebabkan produksi O2 berkurang dan
jum;lah CO2 di udara meningkat karena tidak ada lagi yang menyerap
CO2 sebagai hasil aktivitas pernapasan manusia. Selain itu
penebangan hutan juga melepaskan karbondioksida yang tadinya tersimpan di
pohon. Hal ini pada akhirnya akan mengakibatkan tingginya jumlah CO2 di udara. CO2 merupakan salah satu
gas rumah kaca yang berkontribusi besar terhadap terjadinya pemanasan global. Lapisan
CO2 ini berfungsi sebagai reflector terhadap panas dari bumi, yang
kemudian akan menaikkan suhu bumi, kenaikan permukaan air laut, pola cuaca
tidak stabil, penyebaran penyakit tropis & punahnya beberapa spesies
makhluk hidup. Pada beberapa wilayah, kenaikan suhu akan meningkatkan penguapan
air dan menyebabkan wilayah tersebut menjadi lebih kering. Sedangkan pada
wilayah lain, peningkatan suhu global akan menyebabkan peningkatan kelembaban.
Kelembaban yang tinggi akan meningkatkan curah hujan secara rata-rata sehingga
memperbesar kemungkinan terjadinya banjir.
0 komentar:
Post a Comment