Tuesday, March 20, 2012

Rancangan Proposal Penelitian

PENGARUH KONSELING PERSONAL TERHADAP PENINGKATAN PENGETAHUANDAN SIKAP ANAK JALANAN TENTANG  HIV/AIDS DI KOTA MAKASSAR TAHUN 2012


A.     Tinjauan Umum Tentang  HIV/AIDS

     1) Definisi HIV/AIDS

 Anak yang hidup di jalan pengidap HIV/AIDS kian memprihatinkan. Anak yang hidup di jalanan rawan terkena Human immunodeficiency Virus (HIV)/Acquired immune deficiency syndrome (AIDS). Dari 144.889 orang anak jalanan, 8.581 anak terinfeksi HIV.  (Sri Astuti, 2010). Sementara itu, hasil penelitian oleh Penggiat Lembaga Perlindungan Anak Jawa Tengah, secara lebih khusus memperlihatkan 64,29% anak jalanan perempuan pernah berhubungan seksual (Surya, 2010).
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan pada tahun 2010, setidaknya jumlah anak jalanan di Indonesia mencapai 144.889 anak, kemudian di Makassar dari 500 anak jalanan meningkat menjadi 1000 orang.
Dalam sebuah penelitian yang dilaksanakan di Afrika Selatan terhadap 50 orang sampel tentang studi pengetahuan dan perilaku seksual berisiko HIV di kalangan remaja jalanan di pusat-pusat rehabilitasi di Kinshasa, Kongo.  Perbedaan gender menyatakan bahwa masalah meningkatnya angka HIV/AIDS disebabkan karena kurangnya informasi yang benar tentang jalur penularan HIV, persepsi tentang tingkat seseorang berisiko serta pengetahuan yang akurat tentang HIV / AIDS, (Albert Mudingayi, 2010). Di Kinshasa, Kayembe et al. menemukan bahwa kebanyakan responden secara seksual berpengalaman dan melakukan hubungan seksual pertama ketika hidup di jalanan. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa pengetahuan mereka tentang cara pendekatan pencegahan ABC moderat. Penggunaan kondom adalah cara yang paling umum pencegahan. Kesalahpahaman tentang penularan HIV adalah umum, sepertiga dari responden melaporkan bahwa HIV dapat ditularkan melalui gigitan nyamuk atau melalui ilmu sihir. (Kayembe p K, 2008)
Dengan rendahnya pemahaman yang dimiliki oleh anak jalanan tentang HIV/AIDS, maka penularan HIV/AIDS akan mudah terjadi sehingga dalam upaya untuk pencegahan meningkatnya angka penderita HIV/AIDS khususnya pada anak jalanan, maka peneliti merasa perlu untuk meneliti tentang pengaruh konseling personal terhadap Peningkatan Pengetahuan dan sikap Anak Jalanan Terhadap HIV/AIDS di Kota Makassar. 
Human Immunodeficiency Virus adalah virus penyebab Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS). HIV yang dulu disebut sebagai HTLV III (Human T cell Lympothropic virus Tipe III) atau LAV                (Lymphadenopathy Virus) adalah virus sitopatik dari famili retrovirus. Hal ini menunjukkan bahwa virus ini membawa materi genetiknya dalam asam ribonukleat (RNA) dan bukan dalam asam deoksiribonukleat (DNA) (Price, 1995).
Virus ini memiliki kemampuan unik untuk mentransfer informasi genetik mereka dari RNA ke DNA dengan menggunakan enzim dan disebut reverse transcriptase, yang merupakan kebalikan dari proses transkrip (dari DNA ke RNA ) dan translasi (dari RNA ke protein) pada ummumnya (Muma, 1997).
Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala penyakit karena menurunnya sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh infeksi HIV (Samsuridjal, 2004).
2)      Penularan
HIV ditularkan melalui kontak seksual, injeksi perkutan terhadap darah yang terkontaminasi atau perinatal dari infeksi ibu ke bayinya.
Jalur penularan infeksi HIV serupa dengan infeksi hepatitis B :
a.       Anal intercourse / anal manipulation (homo seksual) akan meningkatkan kemungkinan trauma pada mukosa rektum selanjutnya memperbeser peluang untuk terkena virus HIV lewat sekret tubuh.
b.      Hubungan seksual dengan pasangan yang berganti – ganti.
c.       Hubungan hetero seksual dengan orang yang menderita infeksi HIV.
d.      Melalui pemakai obat bius intra vena terjadi lewat kontak langsung darah dengan jarum dan semprit yang terkontaminasi meskipun jumlah darah dalam semprit relatif kecil, efek kumulatif pemakaian bersama, peralatan suntik yang sudah terkontaminasi tersebut akan meningkatkan resiko penularan.
e.       Darah dan produk darah, yang mencakup transfusi yang diberikan pada penderita hemofilia, dapat menukarkan HIV kepada resipien
f.       Berhubungan seksual dengan orang yang melakukan salah satu tindakan yang di atas (Brunner, 2002).
3)      Pencegahan
Pencegahan dengan menghilangkan atau mengurangi perilaku berisiko merupakan tindakan yang sangat penting.
a.       Pendidikan kesehatan dan peningkatan pengetahuan yang benar mengenai patofisiologi HIV dan transmisinya terutama mengenai fakta penyakit dan perilaku yang dapat membantu mencegah penyebarannya.
b.      Kontak seksual antara homoseksual sebaiknya dengan kondom.
c.       Kurangi jumlah pasangan atau pakai kondom.
d.      Tidak mengunakan alat suntik bersama-sama.
e.       Membersikan alat suntik dengan cairan pembersih atau menganti jarum suntik.
f.       Orang normal dengan pasangan yang beresiko menggunakan teknik seks yang aman :
1.      Menghindari aktivitas seksual yang beresiko (anal/vaginal)
2.      Pakai kondom dari lateks
3.      Pakai spermisida nonoksinol-9
4.      Pemijatan serta sentuhan
g.      Wanita dengan HIV : kontrasepsi untuk mencegah kehamilan dan tidak memberi ASI pada bayi.
B.     Karakteristik Anak Jalanan
Tata Sudrajat (1996:151-152) membagi dua jenis anak jalanan, yaitu :
1.      Anak jalanan yang bekerja di jalan ( Children on The Street )
Anak jalanan ini memang bekerja di jalan tetapi masih memiliki kontak dengan keluarga. Sehari-hari mereka dapat tinggal dengan keluarga,  jumlah waktu kerja tidak menentu, jenis kelamin bias menentukan lamanya waktu bekerja, untuk anak perempuan yang mengalami perbudakan bisa bekerja dari jam 09.00  sampai jam 20.00. Sementara bagi mereka yang bekerja dijalanan karena pembiaran dari orang tua, kadang 2 jam sehari atau maksimal 5 jam sehari. Dapat juga dikatakan bahwa anak yang bekerja di jalan adalah anak-anak yang mempunyai kegiatan ekonomi sebagai pekerja anak di jalan, tetapi mempunyai hubungan dengan orang tua mereka. Karena kelompok ini adalah anak yang bekerja ada kemungkinan mereka masih sekolah.
2.      Anak hidup di jalan (Children of The Street )
Faktor yang membedakan dengan anak yang bekerja di jalan adalah anak yang hidup di jalan nyaris sudah tidak ada kontak dengan keluarga. kalaupun masih, biasanya dalam jangka waktu tertentu,misalnya sebulan sekali, 3 bulan sekali, atau dalam setahun sekali.selebihnya,waktu mereka dihabiskan di jalan.dalam kasus tertentu, ketika anak memutuskan hidup di jalan, sebenarnya yang bersangkutan sudah memiliki kesiapan sebelumnya, dalam arti sudah kenal dengan kehidupan jalanan.dengan sudah mengenal kehidupan jalan bisa dipastikan anak yang hidup di jalanan memiliki dan mengembangkan strategi bertahan hidup.pengertian anak hidup di jalan ini bisa dikatakan anak-anak tang berpartisipasi penh dijalanan baik secara sosial maupun secara ekonomi. Jadi sebagian hidup mereka dihabiskan dijalan termasuk dengan tidur di emperan tokoh, terminal, kolong jembatan, dan lain-lain.
Anak yang hidup di jalanan merupakan kelompok yang berisiko tinggi terhadap berbagai bahaya dibandingkan kelompok lain. Kelompok anak yang bekerja di jalanan relatif lebih aman karena umumnya mereka tinggal berkelompok dan sebagian bersama orang  tua dan warga sekampungnya di daerah kumuh di kota –kota. Mereka bisa saling mengontrol satu sama lainnya. Namun karena kebersamaan ini pula, gampang sekali tergerak pada perilaku negatif seperti pencurian, judi, seks dll. Perilaku itu sebagian menjadi kebiasaan mereka sebagai refreshing, Sudah menjadi kebiasaan mereka, uang mudah di dapat di jalan jika habis di meja judi.
Kriteria lain :
1)      Usia berkisar antara 6 s.d. 18 tahun
2)      Frekuensi berkomunikasi dengan keluarga : masih berhubungan sacara teratur minimal bertemu sekali setiap hari
3)      frekuensi komunikasi dengan keluarga sangat kurang
4)      Waktu yang dihabiskan  di jalanan lebih dari 4 jam setiap harinya
5)      Tempat tinggal kadang-kadang bersama orang tua, berkelompok dengan teman-temannya dan ada juga yang tidak mempunyai tempat tinggal.
6)      Tempat anak-anak jalanan sering dijumpai di pasar, terminal bus, stasiun kereta api, taman-taman kota, daerah lokalisasi WTS, perempatan jalan atau jalan raya, pusat perbelanjaan, kendaraan umum, dan tempat pembuangan sampah.
7)      Aktivitas anak jalanan antar lain menyemir sepatu, mengasong, menjadi calo, menjajakan koran dan majalah, mengelap mobil, memcuci kendaraan, menjadi pemulung, mengamen, menjadi kuli angkut, menyewakan payung dan menjadi penghubung atau penjualan jasa.
8)      Sumber dana yang didapat  oleh anak jalanan dalam melakukan kegiatan dari modal sendiri, modal kelompok, modal majikan, dan bantuan.

Faktor Penyebab
1)      Masalah kemiskinan atau ekonomi, Kondisi obyektif ini terutama dipicu oleh krisis moneter dan ekonomi yang terus berlangsung hingga saat ini. Dalam kaitannya dengan hal tersebut, Soetarso (1996:35) seorang pakar pekerjaan sosial menjelaskan bahwa dampak krisis moneter dan ekonomi dalam kaitannya dengan anak jalanan, adalah :
1.      Orang tua mendorong anak untuk bekerja membantu ekonomi keluarga,
2.      Kasus kekerasan dan perlakuan salah terhadap anak oleh orang tua semakin meningkat sehingga anak lari ke jalanan,
3.      Anak terancam putus sekolah karena orang tua tidak mampu membayar uang sekolah,
4.      Makin banyak anak yang hidup di jalanan karena biaya kontrakan rumah/kamar meningkat.
Kondisi keluarga anak jalanan, yang dapat digolongkan dalam keadaan hidup “miskin”, membuat dan memaksa anak jalanan untuk tetap “survive” dengan hidup di jalanan.
C.    Konseling Personal
Menurut Elinsenberg bahwa konseling menambah kekuatan pada klien untuk menghadapi, mengikuti aktivitas yang mengarah pada kemajuan dan untuk menentukan suatu keputusan konseling sehingga membantu klien agar mampu menguasai masalah yang sedang dan kelak akan dihadapi. (Elisenberg, 1983)
Beberapa faktor penting dalam konseling adalah bahwa :
a.       Konseling berhubungan dengan tujuan untuk membantu orang lain menentukan Pilihan dan tindakannya.
b.      Dalam proses konseling terjadi proses belajar
c.       Terjadi perubahan dan perkembangan kepribadian.
Konseling merupakan kegiatan membantu klien agar dapat :
a.       Memperoleh akses informasi yang benar
b.      Memahami dirinya dengan lebih baik
c.       Agar mampu menghadapi masalahnya
d.      Agar mampu berkomunikasi lebih lancar
e.       Mengantisipasi harapan-harapan, kerelaan dan perubahan perilaku. (Nursalam, 2007).
D.    Pengetahuan (Knowledge)
Pengetahuan adalah merupakan hasil ‘tahu’, dan ini terjadi setelah orang telah melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu, penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yaitu : indera pengelihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
Pengetahuan atau kongnitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior). Karena dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang  tidak didasari pengetahuan.
Peneliti Rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), di dalam diri orang tersebut terjadi proses berurutan, yaitu :
a.       Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek)
b.      Interes (merasa tertarik), terhadap stimulus atau objek tersebut. Disini sikap subjek mulai timbul
c.       Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti responden sudah lebih baik lagi.
d.      Trial, dimana subjek sudah mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai yang dikehendaki stimulus
e.       Adoption, dimana subjek telah berperilaku sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus
Namun demikian dari penelitian selanjutnya Rogers menyimpulkan bahwa perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap tersebut diatas.
Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini, dimana didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif maka perilaku tersebut akan bersikap langgeng (long lasting).
Pengetahuan yang dicakup di dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yakni :
1.      Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, ‘tahu’ ini adalah merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain : menyebutkan, menguraikan, medefenisikan dan menyatakan.
1)      Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasi materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap onjek yang dipelajari.
2)      Aplikasi (aplication)
      Aplikasi diartikan sebagai suatu kemampuan menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. Misalnya dapat menggunakan rumus statistik dalam perhitungan-perhitungan, hasil penelitian, dapat menggunakan prinsip-prinsip siklus, pemecahan masalah (problem solving cicle) didalam pemecahan masalah kesehatan dari kasus yang diberikan.
3)      Analisis (analysis)
      Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi, dan masih ada kaitanya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata-kata kerja, dapat menggambar (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.
4)      Sintesis (Syntesis)
      Sintesis menunjukkan pada suatu kemampuan untuk melakukan atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya : dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkas, dapat menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu materi atau rumusan-rumusan yang telah ada.
5)      Evaluasi (evaluation)
      Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justinifikasi atau penilaian terhadap materi atau objek. Penilaian-panilaian ini berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan cara wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Ke dalam pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkat-tingkat tersebut di atas (Notoatmodjo, 2003).
E.     Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Pengukuran sikap dilakukan dengan cara langsung dan tidak langsung. Sikap secara nyata menunujukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Newcomb seorang ahli psikologis sosial menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan untuk motif tertentu.
Allport (1954) dalam Ngatimin (2002), menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai 3 komponen pokok :
1.      Kepercayaan (keyakinan), yaitu menyangkut ide dan konsep terhadap suatu objek.
2.      Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.
3.      Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).
Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap terdiri dari berbagai tingkatan, yaitu :
1.          Menerima (receiving), yaitu bahwa orang mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan.
2.          Merespon (responding), yaitu memberikan jawaban, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.
3.          Menghargai (valuaing), yaitu mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi tingkat tiga.
4.          Bertanggung Jawab (responsible) yaitu bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko merupakan sikap yang paling tinggi (Notoatmodjo, 2003).
F.     Dasar Pemikiran Variabel Yang Diteliti
Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh virus HIV (Human Immuno Deficiency Virus) yang mudah menular dan mematikan.
Berikut adalah uraian tentang variabel yang diteliti yaitu :
1.      Menurut Elinsenberg bahwa konseling menambah kekuatan pada klien untuk menghadapi, mengikuti aktivitas yang mengarah pada kemajuan dan untuk menentukan suatu keputusan konseling sehingga membantu klien agar mampu menguasai masalah yang sedang dan kelak akan dihadapi. (Elisenberg, 1983)
  1. Pengetahuan
Pengetahuan adalah merupakan hasil ‘tahu’, dan ini terjadi setelah orang telah melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu, penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yaitu : indera pengelihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2003).
3.      Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Pengukuran sikap dilakukan dengan cara langsung dan tidak langsung (Notoatmodjo, 2003).

0 komentar: