1. Definisi
Upaya Kesehatan
ibu adalah upaya dibidang kesehatan dalam rangka peningkatan derajat kesehatan
ibu yang meliputi ibu hamil, ibu melahirkan dan
ibu menyusui dengan tujuan penurunan angka kematian ibu (AKI).
2. Analisis Situasi
Rendahnya
kesadaran masyarakat tentang kesehatan ibu hamil menjadi faktor penentu angka
kematian, meskipun masih banyak faktor yang harus diperhatikan untuk menangani
masalah ini. Persoalan kematian yang terjadi akibat indikasi yang lazim muncul, yaitu pendarahan, keracunan kehamilan yang
disertai kejang-kejang, aborsi, dan infeksi. Namun, masih ada faktor lain yang juga cukup penting misalnya, pemberdayaan perempuan yang tak
begitu baik, latar belakang pendidikan, sosial ekonomi keluarga, lingkungan
masyarakat dan politik serta
kebijakan juga berpengaruh.
Kaum
lelaki pun dituntut harus ikut aktif
dalam segala permasalahan reproduksi secara lebih bertanggung jawab. Selain
masalah medis, tingginya kematian ibu juga karena masalah ketidaksetaraan
gender, nilai budaya, perekonomian serta rendahnya perhatian laki-laki terhadap
ibu hamil dan saat melahirkan.
Oleh karena itu, pandangan yang menganggap kehamilan adalah peristiwa alamiah
perlu diubah secara sosial
budaya
agar perempuan dapat perhatian dari masyarakat. Sangat diperlukan upaya
peningkatan pelayanan perawatan ibu baik oleh pemerintah, swasta, maupun
masyarakat terutama suami.
Desentralisasi bidang kesehatan juga akan menjadi tantangan penting di
tahun-tahun mendatang. Perubahan peran dan tanggung jawab pemerintah pusat dan
daerah belum secara jelas terdefinisikan dan dipahami. Institusi-institusi
pemerintahan masih perlu menyesuaikan diri dengan wewenangnya yang baru,
sementara jaringan dan koordinasi di setiap level administrasi perlu terus
diperkuat. Dengan penganggaran yang juga didesentralisasikan, daerah dengan
kemampuan keuangan yang rendah akan mengalami kesulitan untuk mengalokasikan
anggaran kesehatannya karena harus pula memperhatikan prioritas-prioritas
pembangunan lain. Dalam hal ini, pusat dapat memainkan peran penting untuk
membantu kabupaten/kota dalam mengelola sumber daya mereka. Setiap upaya dalam
advokasi sangat penting untuk menjamin bahwa komitmen untuk meningkatkan
kesehatan ibu dapat dilaksanakan pada setiap tingkatan.
Grafik diatas
menunjukkan distribusi persentase penyebab kematian ibu melahirkan, berdasarkan data tersebut bahwa tiga faktor
utama penyebab kematian ibu melahirkan
yakni , pendarahan, hipertensi saat hamil atau pre eklamsi dan infeksi.
Pendarahan menempati
persentase tertinggi penyebab
kematian ibu (28%), anemia
dan kekurangan energi kronis (KEK) pada ibu hamil menjadi penyebab utama
terjadinya pendarahan dan infeksi yang merupakan faktor kematian utama ibu. Di
berbagai negara paling sedikit seperempat dari seluruh kematian ibu disebabkan
oleh pendarahan; proporsinya berkisar antara kurang dari 10 persen sampai
hampir 60 persen. Walaupun seorang perempuan bertahan hidup setelah mengalami
pendarahan pasca persalinan, namun ia akan menderita akibat kekurangan darah
yang berat (anemia berat) dan akan mengalami masalah kesehatan yang
berkepanjangan..
Persentase tertinggi kedua penyebab
kematian ibu yang adalah eklamsia (24%),
kejang bisa terjadi pada pasien dengan tekanan darah tinggi (hipertensi) yang
tidak terkontrol saat persalinan. Hipertensi dapat terjadi karena kehamilan,
dan akan kembali normal bila kehamilan sudah berakhir. Namun ada juga yang
tidak kembali normal setelah bayi lahir. Kondisi ini akan menjadi lebih berat
bila hipertensi sudah diderita ibu sebelum hamil), sedangkan persentase tertinggi
ketiga penyebab kematian ibu melahirkan adalah infeksi (11%).
Berdasarkan
kesepekatan internasional, tingkat kematian maternal (maternal Mortality Rate)
didefinisikan sebagai jumlah kematian maternal selama 1 tahun dalam 100.000
kelahiran hidup.
Salah satu faktor
tingginya AKI di Indonesia adalah disebabkan karena relatif masih rendahnya
cakupan pertolongan oleh tenaga kesehatan. Departemen Kesehatan menetapkan
target 90% persalinan
ditolong oleh tenaga medis pada tahun 2010. Perbandingan dengan hasil survei
SDKI bahwa persalinan yang ditolong oleh tenaga medis profesional meningkat
dari 66%
dalam SDKI 2002-2003 menjadi 73%
dalam SDKI 2007. Angka ini relatif rendah apabila dibandingkan dengan negara
tetangga seperti Singapura, Malaysia, Thailand di mana angka pertolongan
persalinan oleh tenaga kesehatan hampir mencapai 90%. Kondisi geografis,
persebaran penduduk dan sosial budaya merupakan beberapa faktor penyebab
rendahnya aksesibilitas terhadap tenaga pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan,
dan tentunya disparitas antar daerah akan berbeda satu sama lain.
Pertolongan persalinan masih ada yang
menggunakan tenaga dukun, ini
dilihat dari 35 % persalinan yang
ditolong oleh dukun, sedangkan untuk tempat persalinan di banyak
di lakukan di rumah yakni 54 % dibandingkan di rumah
sakit baik rumah sakit pemerintah
maupun swasta, berikut adalah grafiknya:
Tingginya
angka kematian ibu dilatarbelakangi oleh:
1)
Banyaknya persalinan yang ditolong oleh dukun
sekitar 30%,
walaupun sebagian besar perempuan bersalin di rumah (70%), tenaga terlatih
seharusnya dapat membantu mengenali kegawatan medis dan membantu keluarga untuk
mencari perawatan darurat. Proporsi persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih terus meningkat
dari 40,7% pada 1992 menjadi 68,4% pada
2002. Proporsi ini juga berbeda
cukup jauh mengikuti tingkat
pendapatan. Pada ibu
dengan dengan pendapatan
lebih tinggi, 89,2 persen kelahiran
ditolong oleh tenaga kesehatan,
sementara pada golongan berpendapatan rendah hanya 21,39%. Hal ini menunjukkan
tidak meratanya akses finansial terhadap pelayanan kesehatan dan
tidak meratanya distribusi
tenaga terlatih terutama bidan.
2)
Derajat kesehatan ibu masih rendah pada saat
hamil, bahkan sebelum hamil. Sekitar 40 % ibu hamil menderita anemia, 30%
beresiko kurang energi kronis dan sekitar 65 % ibu hamil dengan keadaan “4
terlalu” yaitu: terlalu muda usianya, terlalu tua usianya, terlalu sering
melahirkan dan terlalu banyak anak. Pemantauan kehamilan secara teratur
sebenarnya dapat menjamin akses terhadap perawatan yang sederhana dan
murah yang dapat mencegah kematian ibu.
3)
Rendahnya status perempuan yang mengakibatkan
keterlambatan pengambilan keputusan di tingkat keluarga untuk mencari
pertolongan. Hal ini dikenal dengan “3 terlambat” yaitu terlambat dalam
mengenali tanda bahaya dan pengambil keputusan untuk mencari pertolongan
berkualitas, terlambat mencapai fasilitas kesehatan dan terlambat mendapatkan
pertolongan yang cepat dan tepat di fasilitas pelayanan. Masalah utama dalam pengelolaan tenaga
kesehatan adalah distribusi sumber daya manusia kesehatan kurang merata. Penyebaran
tenaga medis lebih banyak tersedia di daerah dengan sosial ekonomi daerah yang
lebih maju, sementara di daerah
terpencil dan sangat terpencil banyak yang tidak memiliki tenaga medis.
Demikian halnya dengan distribusi bidan desa. Hampir seluruh desa sudah
mempunyai bidan desa tetapi pada kenyataannya di lapangan banyak desa yang
tidak memiliki bidan.
Untuk mengetahui permasalahan internal dan eksternal yang
dihadapi oleh program kesehatan untuk meningkat kesehatan
ibu sehingga menurunkan angka kematian ibu maka digunakan kajian manajemen strategi dengan analisis SWOT (Strength, Weakness,Opurtunity dan
Treath).
1. Strength
( Kekuatan)
a. Penempatan
program yang sangat baik ( Program Ibu, Wanita Usia Subur dan program keluarga berencana).
b. Adanya
sistem dan teknologi seperti sistem data untuk pemantauan kesehatan ibu
c. Jaringan
kerjasama yang sangat baik dalam
peningkatan kesehatan ibu
d. Dukungan
dari berbagai lapisan masyarakat terhadap kesehatan ibu hamil serta ibu menyusui
e. Program
kesehatan ibu tingkat masyarakat yang
efektif dan efisien
2. Weakness
(Kelemahan)
a. Pencapaian
program tidak tercapai karena masyarakat sudah merasa lebih baik dan tidak
butuh program untuk kesehatan ibu.
b. Keterbatasan
akses teknologi yang menyangkut hal-hal
tentang kesehatan ibu
c. Kurangnya
materi pendidikan dan pelatihan
mengenai kesehatan ibu
d. Faktor
keadaan ekonomi keluarga yang
sangat rendah yang membuat banyaknya
ibu tidak mendapatkan pelayanan kesehatan yang optimal.
e. Kurangnya sumber daya keuangan/pendanaan yang tidak
memadai sehingga pelaksanaan program-program kesehatan ibu tidak berjalan
secara efektif dan efisien.
f. Faktor
transportasi yang sangat sulit untuk
mengakses pusat pelayanan kesehatan.
g. Kurangnya program-program berbasis masyarakat dalam upaya
mendukung peningkatan kesehatan ibu.
3. Opportunity
(Peluang)
a.
Melakukan pendidikan dan pelatihan melalui teknologi
b.
Mengembangkan
koalisi untuk mengkoordinasikan pelayanan kesehatan ibu
c.
Menyediakan
kesempatan pendidikan bagi penyedia layanan kesehatan terutama
bagi tenaga kesehatan (bidan) dan kader-kader desa.
4. Treaths
(Ancaman / Gangguan)
a. Kurangnya sumber daya keuangan/pendanaan terhadap program
kesehatan ibu
b. Kurangnya berpikir kreatif untuk menemukan
strategi-strategi jitu dalam hal kesehatan ibu
c. Ketidaktahuan dan isu-isu teritorial
d. Kurangnya SDM yang memberikan pelayanan kesehatan ibu
0 komentar:
Post a Comment