Berikut ini catatan kaki untuk presentase jurnal dengan judul : Integrating Demographic and Epidemiological Approaches to Research on HIV/AIDS: The Proximate-Determinants Framework |
Variabel yang melatarbelakangi Penyakit HIV/AIDS adalah Variabel sosial dan ekonomi diantaranya adalah :
1. Ekonomi
Mengingat bahwa HIV lebih banyak menjangkiti orang muda dan mereka yang berada pada umur produktif utama (94% pada kelompok usia 19 sampai 49 tahun), epidemi HIV dan AIDS memiliki dampak yang besar pada angkatan kerja, terutama di Wilayah tertentu. Epidemi HIV dan AIDS akan meningkatkan terjadinya kemiskinan dan ketidak seimbangan ekonomi yang diakibatkan oleh dampaknya pada individu dan ekonomi. Dari sudut pandang individu HIV dan AIDS berarti tidak dapat masuk kerja, jumlah hari kerja yang berkurang, kesempatan yang terbatas untuk mendapatkan pekerjaan dengan gaji yang lebih baik dan umur masa produktif yang lebih pendek. Dampak individu ini harus diperhitungkan bersamaan dengan dampak ekonomi pada anggota keluarga dan komunitas. Dampak pada dunia bisnis termasuk hilangnya keuntungan dan produktivitas yang diakibatkan oleh berkurangnya semangat kerja, meningkatnya ketidak hadiran karena izin sakit atau merawat anggota keluarga, percepatan masa penggantian pekerja karena kehilangan pekerja yang berpengalaman lebih cepat dari yang seharusnya, menurunnya produktivitas akibat pekerja baru dan bertambahnya investasi untuk melatih mereka. HIV dan AIDS juga berperan dalam berkurangnya moral pekerja (takut akan diskriminasi, kehilangan rekan kerja, rasa khawatir) dan juga pada penghasilan pekerja akibat meningkatnya permintaan untuk biaya perawatan medis dari pusat pelayanan kesehatan para pekerja, pensiun dini, pembayaran dini dari dana pensiun akibat kematian dini, dan meningkatnya biaya asuransi. Pengembangan program pencegahan dan perawatan HIV di tempat kerja yang kuat dengan keikutsertaan organisasi manajemen dan pekerja sangatlah penting bagi Indonesia.
Perkembangan ekonomi akan tertahan apabila epidemi HIV menyebabkan kemiskinan bagi para penderitanya sehingga meningkatkan kesenjangan yang kemudian menimbulkan lebih banyak lagi keadaan yang tidak stabil. Meskipun kemiskinan adalah faktor yang paling jelas dalam menimbulkan keadaan resiko tinggi dan memaksa banyak orang ke dalam perilaku yang beresiko tinggi, kebalikannya dapat pula berlaku pendapatan yang berlebih, terutama di luar pengetahuan keluarga dan komunitas dapat pula menimbulkan resiko yang sama. Pendapatan yang besar (umumnya tersedia bagi pekerja terampil pada pekerjaan yang profesional) membuka kesempatan bagi individu untuk melakukan perilaku resiko tinggi yang sama : berpergian jauh dari rumah, pasangan sex yang banyak, berhubungan dengan PS, obat terlarang, minuman keras, dan lainnya.
2. Tatanan Sosial
Adanya stigma dan diskriminasi akan berdampak pada tatanan sosial masyarakat. Penderita HIV dan AIDS dapat kehilangan kasih sayang dan kehangatan pergaulan sosial. Sebagian akan kehilangan pekerjaan dan sumber penghasilan yang pada akhirnya menimbulkan kerawanan sosial. Sebagaian mengalami keretakan rumah tangga sampai perceraian. Jumlah anak yatim dan piatu akan bertambah yang akan menimbulkan masalah tersendiri. Oleh sebab itu keterbukaan dan hilangnya stigma dan diskriminasi sangat perlu mendapat perhatian dimasa mendatang.
3. Perilaku Berisiko
Suatu ciri khas yang penting dari daerah industri termasuk industri pariwisata yang padat dan mobilitas populasi yang tinggi adalah berkembangnya hubungan seks berisiko. Jumlah penjaja seks (PS) baik perempuan maupun laki-laki meningkat dari tahun ketahun. PS lansung berada di lokasi, lokalisasi dan di tempat-tempat umum, dan PS tidak lansung umumnya berada di lingkungan bisnis hiburan seperti karaoke, bar, salon kecantikan, panti pijat, dsb. PS merupakan sub-populasi berperilaku risiko tinggi (risti) bersama dengan waria, lelaki suka lelaki (LSL).
Pertumbuhan ekonomi di daerah perkotaan dan pelemahan ekonomi pedesaan dikhawatirkan akan meningkatkan jumlah WPS lebih pesat. Bilamana upaya melakukan seks aman bagi mereka dan pelanggannya tidak berjalan baik, maka penyebaran HIV melalui modus ini akan terus berlansung. Keadaan di wilayah tertentu akan semakin buruk karena pelanggan WPS membawa HIV ke pedesaan. Homoseksual dan biseksual masih tetap merupakan kelompok yang termarginalkan di Indonesia. Meskipun merupakan faktor penting dalam penyebaran HIV, namun masih sedikit kampanye pencegahan yang membahas secara spesifik masalah yang berkaitan dengan homoseksualitas dan biseksualitas. Marginalisasi telah memaksa banyak pria homoseksual yang menjalani kehidupan biseksual dimana kehidupan homoseksual yang terselubung ditutupi oleh kehidupan heteroseksual yang sesuai nilai-nilai komunitas, sehingga menyulitkan untuk dapat menjangkau kelompok yang rentan ini dengan pesan-pesan yang dapat mereka rasakan sesuai dengan kondisi mereka. Marginalisasi juga berarti bahwa konteks sosial dari komunitas homoseksual didominasi oleh kurangnya kepercayaan dan komunikasi terbuka, kurangnya penyebaran informasi dan perilaku seks yang tidak aman. Kondisi tersebut memberi dampak kepada komunitas yang lebih luas melalui perilaku biseksual, yang masih belum diakui secara umum sebagai berisiko tinggi menyebarkan HIV.
0 komentar:
Post a Comment